Selasa, 26 Januari 2010

LADA PUTIH MUNTOK



SUNGGUH ironis nasib lada putih Bangka (Muntok white pepper). Sejak komuditas


rempah-rempah ini dimonopoli oleh serikat dagang Belanda (VOC) tidak ada
perubahan sama sekali. Lada dijual dalam bentuk primer. Setelah dipanen,
direndam, jemur, bulir lada Bangka dengan aroma dan rasa pedas yang khas itu
dijual ke pedagang pengumpul.
Lalu ditampung untuk selanjutnya diekspor. Tanpa sentuhan teknologi untuk
diversivikasi produk.

Begitu pula dengan pengembangan kebun lada para petani. Berabad-abad dikelola
dengan pengetahuan yang mereka miliki. Petani seolah berhadapan sendirian saat
menghadapi seluruh permasalahan lada. Mulai penyakit, hama, kualitas produk dan
pemanfaatan lahan.

Wajarlah, ketika negara lain seperti Vietnam menerapkan teknologi perkebunan
lada, muntok white pepper yang tersohor sejak masa VOC itu kehilangan pamor.
Kualitas tertinggal dengan produksi minim. Indonesia sebagai pemasok utama
kebutuhan lada dunia, khususnya dari Babel sudah berpuluh-puluh tahun ini
tertinggal. Porsi pasokan lada Indoensia tersisa 30 persen saja.



Komoditi lada mempunyai peran strategis secara ekonomis, historis, sosilologis
dan geogarfis itu kini tinggal kenangan. Para petani tak berdaya ketika hasil
panen itu tak memiliki harga lagi. Setelah terbuang dari kancah perdagangan
lada dunia, lada komuditas yang sempat menaikkan derajat ekonomi petani itu
nyaris terbuang di kampung sendiri.

Beribu-ribu hektar tanaman lada ditelantarkan bahkan dibuang. Kebun dengan
tanah yang subur tak jarang tergerus oleh aktivitas tambang. Petani lada juga
tak tahan dengan godaaan perkebunan tanaman sawit yang sangat ekspansif.
Lada putih merupakan salah satu komoditas perkebunan sektor non migas yang
mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa. Hal ini mengingat
produksi maupun volume ekspor lada putih Indonesia mempunyai peranan yang cukup besar
di pasar internasional. Volume dan nilai ekspor lada putih Indonesia berfluktuasi dan sangat
tergantung dengan kondisi perdagangan lada putih dunia . Volume dan nilai ekspor lada putih
Indonesia dalam perkembangannya sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 1990 fluktuasinya
mengarah keadanya peningkatan, tetapi mulai tahun 1990 ada tendensi terjadi penurunan.
Pulau Bangka yang saat ini adalah Propinsi Bangka Belitung merupakan penghasil utama
lada putih Indonesia yang ditujukan untuk ekspor, yaitu sebesar 82 persen dari volume ekspor
lada putih Indonesia. Namun dalam perkembangannya akhir-akhir ini luas areal dan produksi
lada putih Bangka mengalami penurunan. Pada tahun 1990 luas areal lada putih Pulau

2


Bangka adalah 47 439 hektar dengan produksi sebanyak 29 943 ton dan pada tahun 2005 luas
areal lada putih Pulau Bangka menurun menjadi 22 299 hektar dengan produksi sebanyak 22
140 ton.
Indonesia walaupun mempunyai pangsa produksi lada putih sebesar 83.51 persen dari
total produksi lada putih dunia, tetapi kenyataannya hanya menguasai pangsa ekspor lada
putih dunia sebesar 48.15 persen. Hal ini disebabkan karena ekspor lada putih Indonesia
sebagian besar ditujukan ke Singapura yaitu sebesar 45.52 persen dari total ekspor lada putih
Indonesia dan selanjutnya oleh Singapura diekspor kembali. Disamping itu kenyataannya
Indonesia juga menghadapi fluktuasi harga walaupun pangsa produksi dan pangsa ekspornya
terbesar di dunia.
Perdagangan lada putih dunia diwarnai oleh adanya fluktuasi harga dan Indonesia,
walaupun negara produsen dan pengekspor lada putih terbesar dunia juga menghadapi
persoalan tersebut. Ekspor lada putih Indonesia di pasar internasional menghadapi pesaing
dari negara Brasilia, Malaysia dan juga Singapura. Singapura menduduki peranan penting
dalam perdagangan lada putih dunia walaupun negara Singapura bukan negara produsen lada
putih dunia. Negara pengimpor utama lada putih Indonesia adalah negara-negara Amerika
Serikat, MEE, Jepang dan Singapura. Perkembangan permintaan impor lada putih negaranegara
tersebut berfluktuasi dan tindak menunjukkan perkembangan yang berarti. Negara
Singapura mengimpor lada putih bukan untuk konsumsi, tetapi untuk diolah dan selanjutnya
diekspor kembali.
Sehubungan dengan hal ini perlu dipelajari bagaimana sebenarnya penawaran ekspor dan
permintaan impor lada putih dunia dan selanjutnya bagaimana strategi peningkatan daya saing
lada putih Indonesia di pasar internasional.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Daya saing lada putih Indonesia dalam penelitian ini didefenisikan sebagai kemampuan
atau kesanggupan lada putih Indonesia untuk mempertahankan perolehan laba dan pangsa
pasarnya, sehingga produsen mempunyai kemampulabaan dalam memproduksi lada putih
agar dapat mempertahankan kelanjutan usahanya.
Kekuatan daya saing lada putih Indonesia di pasar internasional ditentukan oleh kondisi
internal dan eksternal. Kondisi internal adalah kondisi yang mempengaruhi penawaran
ekspor lada putih Indonesia di pasar internasional . Kondisi internal ini erat kaitannya dengan
kondisi ekonomi yaitu kondisi efisiensi penggunaan factor-faktor produksi, efisiensi
pemasaran, mutu lada putih yang dihasilkan dan peranan pemerintah. Kondisi eksternal
3
adalah kondisi yang mempengaruhi permintaan impor lada putih Indonesia yang dalam hal ini

1 komentar: